Friday, August 25, 2006

M U N D U R

Kemarin aku mengantar seorang teman untuk melihat biodata seseorang. Beberapa waktu yang lalu temanku ditelpon si Teteh tentang seseorang yang sudah melihat biodatanya. Sengaja hari itu kami keluar kantor tepat waktu agar tidak kemalaman di jalan. Perasaan dag dig dug sudah merasuki hati temanku. Terselip juga perasaan senang seraya berdo'a dalam hati, mudah-mudahan ini jawaban dari Allah. Setelah ketemu si Teteh mau tau apa jawabannya? "Mba, seiring jalannya waktu orang itu mundur". Ya benar, mundur jawabannya. Kulihat semburat kesedihan menghiasi wajah temanku.

Tentang MUNDUR ada kisah dari teman lain yang lebih menyedihkan. Calon suaminya tiba-tiba membatalkan pernikahan mereka yang kurang 2 bulan lagi. Saat mereka sudah sibuk mempersiapkan pernikahan. Sudah memesan gedung untuk pernikahan, saat souvenir sudah ditentukan. Dan rencana pernikahan mereka pun kandas. Calon mempelai pria memilih mundur tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Akhirnya hubungan mereka pun berakhir.

Dan sebuah pernyataan mundur pun pernah masuk dalam inbox Hp ku, Aku bagai pungguk merindukan bulan katanya. Aku ga tau siapa yang sebagai pungguk dan siapa yang jadi bulannya :).

Ah... Aku ga tau apa yang ada di benak orang yang melihat biodata temanku, calon suami (yang batal) temenku, atau pengirim sms itu saat mereka memutuskan untuk mundur. Mungkin mereka tidak sanggup menghadapi konsekuensi jika memilih maju terus. Mungkin juga ada berpuluh, beratus atau bahkan beribu alasan yang aku tidak tau. Toh mundur juga sebuah pilihan, mundur juga pasti sebuah keputusan.

Sudahlah tidak perlu berpusing diri dengan memikirkan orang-orang yang memilih mundur. Dunia tidak akan berhenti karena keputusan mereka, kehidupan pun masih berjalan.

Aku salut dengan dua temanku itu. Mereka tidak terpuruk dengan keadaan itu. Walau mungkin jika tidak ada kata mundur mereka akan menemukan kehidupan yang sudah lama mereka impikan. Mereka tegar dan cepat bangkit merajut hari yang baru. Satu keyakinan ada dalam hati mereka, orang-orang yang mundur bukanlah yang terbaik buat mereka. Allah sedang mempersiapkan orang yang ksatria, orang yang terbaik bagi mereka. Semoga tidak akan lama....

Tuesday, August 15, 2006

Sebuah Konsekuensi

Tak terasa sudah 3 bulan berlalu, temanku di tugaskan di seberang sana. Masih terlintas jelas di benakku peristiwa tanggal 15 Mei yang lalu. Ya... 15 Mei adalah hari penentuan bagi mereka. Di hari itu ada pengumuman penempatan untuk teman-temanku. Dua orang temanku masih tetap di Jakarta, satu orang kembali ke Solo (selamat..pulang ke kampuang halaman, kumpul lagi dengan orang tua),dan seorang teman lagi ditempatkan di seberang pulau sana.

Aku masih ingat juga betapa shock-nya dia mendengar penempatan itu. Batam, sebuah kota yang tidak pernah terlintas di benaknya ternyata harus menjadi tempatnya mengadu nasib. Dari pembacaan pengumuman sampai malam hari kulihat sendu dan murung menghiasi wajahnya. Sempat sebentar aku menghiburnya, selebihnya kesendirian mungkin lebih baik baginya. Dalam kesendirian itu dia bisa berfikir dengan jernih, dan mencoba merangkai sebuah harapan. Harapan memasuki dunia yang baru, dunia yang belum pernah terjamah di pikirannya.

Pagi hari senyum sudah mengembang di bibirnya. "Yah... ini sebuah konsekuensi perjanjian yang pernah aku tanda tangani. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia. Toh Indonesia bukan cuma Jawa" jawabnya dengan ceria. Alhamdulillah... gumamku dalam hati.

Tiga bulan sudah berlalu. Konsekuensi itu kembali mengujinya. Kabar dari rumah membuat hatinya miris. Orang tua yang sangat dikasihinya sudah rapuh kondisinya. Bolak-balik beliau dirawat di rumah sakit. Dari beberapa kali komunikasi dengannya kutahu dia sangat ingin kembali di Jakarta. Akhirnya kita coba menembus beberapa jaringan untuk memenuhi keinginannya. Dan ketika hasilnya tidak sesuai yang kita harapkan pasrah mungkin yang akan dijalankan. Setidaknya kita sudah benar-benar berusaha.

Ah teman..
Hidup adalah pilihan
Dan setiap pilihan ada konsekuensinya

Thursday, August 10, 2006

Tempayan Retak

Seorang tukang air di India memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawanya menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak.

Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh. Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya.

Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya,karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannya.

Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air, "Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu."
"Kenapa?" tanya si tukang air. "Kenapa kamu merasa malu?"

"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita.

Karena cacadku itu, saya telah membuatmu rugi," kata tempayan itu. Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia berkata, "Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan."

Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur.

Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.

Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan yang lain yang tidak retak itu?

Itu karena aku selalu menyadari akan cacadmu dan aku memanfaatkannya.
Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga- bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang."

Setiap dari kita memiliki cacad dan kekurangan kita sendiri. Kita semua adalah tempayan retak. Namun jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan kita untuk menghias dunianya. Di mata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma. Jangan takut akan kekuranganmu.

Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan Tuhan. Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.

dari sebuah milist

Monday, August 07, 2006

W E E K E N D

Ketika hari Jum'at tiba beberapa orang menanyakan kepadaku:
"Kemana nih weekend?"
"Biasanya weekend ngapain?"
dan pertanyaan senada yang lainnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuatku mereview kembali kegiatan-kegiatan yang aku kerjakan saat weekend tiba.

1. Olahraga
Tempat olahraga saat weekend yang asyik adalah Monas. Biasanya aku bareng teman-teman kost olahraga di sana. Hari Sabtu dan Minggu banyak orang yang lari pagi, joging, senam dan olahraga lainnya. Hari minggu kemarin aku dapat rutinitas baru di Monas. Aku dan Nana ikut senam bareng di sudut selatan Monas. Lumayan menghasilkan banyak keringat. Kalau lari kan hanya otot kaki yang berolahraga, nah dengan senam semua tubuh kita ikut bugar.

2. Bersihin rumah
Nah kalau yang ini kegiatan rutin yang harus dilakukan. Namanya juga anak kost, jadi harus tanggung jawab sama lingkungannya sendiri. Hari-hari yang lainnya kan bersihin ruangan tidak sampai detail. Jadi weekend acara bersih-bersihnya lebih dioptimalkan.

3. Berkunjung ke rumah saudara
Kadang kangen sama suasana rumah, kegiatan ini bisa mengobati perasaan itu. Rumah yang aku kunjungi itu rumah Budhe, Bulik dan Arif(my big bro). Ketemu Shafa, ponakanku yang lucu dan menggemaskan itu, main dengan adek-adek kecilku : Imam, Iyus, Raihan, Fauzan dan Dinda jadi kegiatan yang menyenangkan. Kadang juga diisi diskusi dengan keluarga besar mereka yang menambah wawasanku. Apalagi tinggal di sebuah kota besar yang kadang tidak bersahabat, bisa menjaga tali silaturahim dengan kerabat dekat sangat dibutuhkan.
Dari ketiga rumah itu yang paling sering aku datangi adalah rumah Arif, karena secara personal memang kita sangat dekat. Kadang gantian dia yang main ke tempatku. Ngobrol di warung mas WT berjam-jam merencanakan masa depan. Jalan-jalan ke ITC atau Jakarta Fair

4. Jalan-jalan
Biasanya sih jalan-jalan saat weekend sekalian sama beli kebutuhan sehari-hari. Tempat jalan-jalannya Harmoni, Blok M, kadang juga ke tanah abang. Tapi kadang juga jalan ke pameran-pameran buku atau kerajinan rakyat.
Satu keinginanku yang belum terwujud adalah jalan-jalan ke musium yang ada di Jakarta.

5. Baca Buku
Kapan lagi baca buku bebas berjam-jam kalau bukan hari Sabtu Minggu. Hari-hari biasa paling hanya empat atau lima halaman saja.

6. Ikut kajian
Bersama Mba Yanti & Iye, biasanya weekend dilewatkan dengan ikut kajian. Tempatnya ga mesti sama. Yang paling sering di Masjid Istiqlal, Al Azhar dan di daerah Cipaku.

Kegiatan-kegiatan semua itu mungkin terakhir aku nikmati dengan bebas bulan ini. Bulan depan sudah berubah lagi, ada kegiatan yang mudah-mudahan lebih menyenangkan yang harus jadi rutinitasku.