Friday, May 05, 2006

Andai Saja Dijual di Toko...

"Andai saja dijual di toko,aku akan beli sekarang juga", begitu jawaban seorang sahabatku ketika ditanya oleh orang-orang di sekitarnya tentang kapan dia menikah. Dan seorang sahabat yang lain sampai males untuk mudik ke kampung halamannya karena di rumah selalu dihadapkan oleh sebuah kata "Pernikahan". "Jenuh dikejar-kejar terus untuk nikah, emangnya mencari jodoh semudah membalikkan tangan?" kata mereka. Kisah dua sahabatku ini merupakan sebagian kecil kisah yang dialami oleh banyak perempuan yang belum menikah.

Pertanyaan "kapan" menjadi sebuah pertanyaan yang sangat sensitif bagi perempuan apalagi ketika usia melewati seperempat abad. Bahkan ada yang menjadi sangat sensitif terhadap acara-acara pernikahan ataupun wacana-wacana seputar jodoh dan pernikahan. Atau bersikap seolah tak ingin segera menikah dengan berbagai alasan seperti karir, studi maupun ingin terlebih dulu membahagiakan orang tua. Padahal, hal itu cuma sebagai pelampiasan perasaan lelah menanti jodoh.

Aku sempat terkejut dengan pernyataan seorang teman yang sudah berumur kepala tiga, " Kalau pun sampai nanti akhir hayatku akhirnya aku tidak bersuami, itu bukan kehendakku. Aku ngga berdosa kan? Aku mencoba membesarkan hatinya, "Sabar mba... jangan putus asa. Kita masih wajib ikhtiar. Allah menciptakan makhluk berpasang-pasangan, mungkin sekarang belum ketemu saja. Kalau suatu saat Allah mempertemukan pasti akan dimudahkan menuju pernikahan.

Sebenarnya bukannya mereka tidak ingin untuk segera menyempurnakan separuh Din. Kadang masalahnya tidak sesederhana yang ada di benakku. Ada yang punya banyak kriteria. Ada juga yang orang tua yang menuntut lebih.

Menurut Fauzil Adhim, banyaknya muslimah yang belum menikah di usianya yang sudah cukup rawan bukannya tidak siap, tetapi karena mereka tidak pernah mempersiapkan diri. Kesiapan disini, termasuk di dalamnya adalah kesiapan untuk menerima calon yang tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan sebenarnya, meski jika ditilik kembali sesungguhnya lelaki tersebut sudah memiliki persyaratan yang ’sedikit’ lebih dibanding lelaki biasa.

===========================================================

Dini hari aku terima telpon dari rumah
Obrolan panjang yang sempat membuatku menitikan airmata
Sebuah permintaan tulus dari Bapak agarku lebih memikirkan "masa depan"
"Ojo terlena nduk... Ikhtiar... Do'a sing bener, Bapak ibu yo ndo'ake tenanan"
Wah... mba'yu kayaknya giliranku dah dimulai nih ^-^

2 comments:

arifnur said...

oke mbak nia... aku dukung deh karena dah dukung aku untuk urusan yang sama juga. Mari kita saling dukung dan ber lomba untuk menyempurnakan Din kita. Atau mungkin aku harusnya tidak sekedar mendukung...? Perlu membantu secara aktifkah..? Wah kalo itu hubungi Via Japri yah.... Aku gak rela kalo ada kaderku yg ternyata gelisah.

( Please do'akan aku,... dalam waktu dekat aku lagi nyiapin moment tuk memngawali persiapan revolusi besar dalam hidupku).

nia rahma said...

he he he...
Boleh2 kita saling dukung & berlomba (tp kayaknya aku kalah start nih :D ).

Mudah-mudahan revolusinya berhasil. Aku dukung 100%. Ok....